Jumat, 12 Oktober 2012

Tugas Softskill II Kasus Pelanggaran Kode Etik

Contoh Kasus Pelanggaran Kode Etik Pada kantor Akuntan Publik

BPKP Akui 10 Kantor Akuntan Publik Melanggar SPAP

Jakarta, hukumonline. Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengakui sepuluh Kantor Akuntan Publik (KAP) melanggar Standar Pemeriksaan Akuntan Publik (SPAP). Namun, BPKP melihat ulah KAP yang "nakal" ini tidak berhubungan dengan ambruknya bank-bank karena telah terjadi kolusi antara bank dengan KAP.
Djarwoto dari BPKP mengakui bahwa hasil laporanIndonesian Corruption Watch (ICW) mengenai kantor KAP yang melanggar ketentuan memang 70% sama dengan temuan BPKP.
Persamaan itu, baik dari segi kebenaran maupun kelengkapan, setelah mengevaluasi 10 kantor akuntan publik (KAP) yang melakukan audit terhadap 35 bank Bank Beku kegiatan Usaha (BBKU). Hal ini dikemukakan Djarwoto dalam diskusi terbatas "Pelanggaran Akuntan Publik, Pembahasan atas Laporan ICW" yang diselenggarakan oleh Ilkatan Akuntan Indonesia (IAI).
Seperti diketahui, ICW mengungkapkan adanya 10 kantor akuntan publik yang mempunyai indikasi melakukan kolusi dengan pihak bank ketika mengaudit bank BBKU. ICW mengaku bahwa hasil penyelidikan mereka bersumber pada laporan BPKP yang telah masuk keranjang sampah alias tidak ditindaklanjuti.
Melanggar SPAP
Djarwoto mengakui bahwa memang benar dari sepuluh kantor akuntan publik tersebut seluruhnya melanggar SPAP. Namun, Djarwoto membantah jika dikatakan KAP-KAP tersebut melakukan kolusi ketika melakukan audit terhadap bank-bank BBKU tersebut.
Djarwoto menganggap kerusuhan pada Mei 1998 danrush terhadap bank lah yang menyebabkan ambruknya bank-bank. "Hal itu tidak dapat dipredikasi sebelumnya," ujarnya.
Dalam auditnya terhadap bank-bank itu, memang sebagian besar KAP memberikan penilain wajar tanpa pengecualian kepada bank-bank yang sebulan kemudian ternyata collapse, sehingga terpaksa dibekukan.
Menurut Djarwoto, audit BPKP terhadap KAP-KAP yang melakukan audit pada bank BBKU itu dilakukan pada september sampai Februari 2000 atas perintah Menteri Keuangan melalui SK Menkeu No. 4 pada Oktober 1999. Hasil laporan itu sudah disampaikan dengan surat sangat rahasia terhadap Menkeu.
Ruang lingkup audit KAP terhadap bank-bank tersebut yang diselidiki oleh BPKP adalah tahun buku 1997. Pasalnya, pada 1998 bank-bank sudahcollapse dan tidak mampu lagi membayar kantor akuntan publik untuk melakukan audit.
Satu KAP yang melakukan audit terhadap 2 bank BBKU tidak dapat di-review oleh BPKP karena kantornya telah merger dengan KAP lain. Sementara audit terhadap satu bank tidak berhasil diterbitkan karena tidak tercapai kesesuaian dengan auditor, sehingga dinyatakan disclaimer. Dari 38 bank BBKU, ada 35 bank yang diaudit.
Sanksi peringatan
Djarwoto berpendapat, hasil audit BPKP tersebut tidak dapat untuk menjatuhkan sanksi pada KAP selain sanksi peringatan sebagaimana yang telah diberikan oleh Dirjen Lembaga Keuangan.
Dirjen Lembaga Keuangan Departemen Keuangan, Darmin Nasution, memang sudah menyatakan bahwa pihaknya telah memberi sanksi peringatan pada kantor-kantor akuntan publik tersebut.
Djarwoto beralasan bahwa hasil audit tidak dapat dijadikan landasan untuk menjatuhkan sanksi karena BPKP tidak menguji secara kuantitatif. "Kami hanya menguji sebagian kecil dari seluruh usaha audit kantor akuntan publik. Yang dilakukan adalah reviewterhadap penugasan audit oleh partner di KAP terhadap bank BBKU, bukan audit terhadap KAP itu sendiri," cetus Djarwoto.
Djarwoto mengungkapkan bahwa kalau dirinya disuruh memberi rekomendasi KAP-nya ditutup atau dibekukan tentu tidak tepat. "Karena kami tidak melakukan evaluasi secara komprehensif," ujarnya. Kuantitatif tidak teruji, sehingga tidak dapat memberikan gambaran yang utuh terhadap jasa yang diberikan oleh KAP.
Karena itu, Djarwoto menganggap sanksi yang diberikan oleh Depkeu adalah paling tepat sebelum diadakan penyelidikan yang lebih mendalam. Djarwoto juga membantah dugaan bahwa laporan ICW tersebut berasal dari BPKP.
Menurut Djarwoto, laporan tersebut selain dikirim pada Menkeu hanya dipegang oleh empat orang pejabat BPKP yang sangat terpercaya. Dan satu kopi diberikan pada Ketua IAI yang dalam tim tersebut duduk sebagai ketua tim pengarah.
Mungkin benar surat dan kopi itu hanya dipegang oleh Menkeu, pejabat BPKP, dan Ketua IAI. Namun dari situlah kemungkinan surat itu bocor. Apalagi kejadian itu kan sudah lebih dari setahun. Atau mungkinkah, ICW mendapatkan data itu dari keranjang sampah?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar