BPKP Akui 10 Kantor Akuntan Publik Melanggar SPAP
Jakarta,
hukumonline. Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengakui
sepuluh Kantor Akuntan Publik (KAP) melanggar Standar Pemeriksaan
Akuntan Publik (SPAP). Namun, BPKP melihat ulah KAP yang "nakal" ini
tidak berhubungan dengan ambruknya bank-bank karena telah terjadi kolusi
antara bank dengan KAP.
Djarwoto dari BPKP mengakui bahwa hasil laporanIndonesian Corruption Watch (ICW) mengenai kantor KAP yang melanggar ketentuan memang 70% sama dengan temuan BPKP.
Persamaan itu, baik dari segi kebenaran maupun kelengkapan, setelah
mengevaluasi 10 kantor akuntan publik (KAP) yang melakukan audit
terhadap 35 bank Bank Beku kegiatan Usaha (BBKU). Hal ini dikemukakan
Djarwoto dalam diskusi terbatas "Pelanggaran Akuntan Publik, Pembahasan
atas Laporan ICW" yang diselenggarakan oleh Ilkatan Akuntan Indonesia
(IAI).
Seperti
diketahui, ICW mengungkapkan adanya 10 kantor akuntan publik yang
mempunyai indikasi melakukan kolusi dengan pihak bank ketika mengaudit
bank BBKU. ICW mengaku bahwa hasil penyelidikan mereka bersumber pada
laporan BPKP yang telah masuk keranjang sampah alias tidak
ditindaklanjuti.
Melanggar SPAP
Djarwoto mengakui bahwa memang benar dari sepuluh kantor akuntan publik tersebut seluruhnya melanggar SPAP. Namun, Djarwoto membantah jika dikatakan KAP-KAP tersebut melakukan kolusi ketika melakukan audit terhadap bank-bank BBKU tersebut.
Djarwoto menganggap kerusuhan pada Mei 1998 danrush terhadap bank lah yang menyebabkan ambruknya bank-bank. "Hal itu tidak dapat dipredikasi sebelumnya," ujarnya.
Dalam
auditnya terhadap bank-bank itu, memang sebagian besar KAP memberikan
penilain wajar tanpa pengecualian kepada bank-bank yang sebulan kemudian
ternyata collapse, sehingga terpaksa dibekukan.
Menurut
Djarwoto, audit BPKP terhadap KAP-KAP yang melakukan audit pada bank
BBKU itu dilakukan pada september sampai Februari 2000 atas perintah
Menteri Keuangan melalui SK Menkeu No. 4 pada Oktober 1999. Hasil laporan itu sudah disampaikan dengan surat sangat rahasia terhadap Menkeu.
Ruang
lingkup audit KAP terhadap bank-bank tersebut yang diselidiki oleh BPKP
adalah tahun buku 1997. Pasalnya, pada 1998 bank-bank sudahcollapse dan tidak mampu lagi membayar kantor akuntan publik untuk melakukan audit.
Satu KAP yang melakukan audit terhadap 2 bank BBKU tidak dapat di-review oleh
BPKP karena kantornya telah merger dengan KAP lain. Sementara audit
terhadap satu bank tidak berhasil diterbitkan karena tidak tercapai
kesesuaian dengan auditor, sehingga dinyatakan disclaimer. Dari 38 bank
BBKU, ada 35 bank yang diaudit.
Sanksi peringatan
Djarwoto
berpendapat, hasil audit BPKP tersebut tidak dapat untuk menjatuhkan
sanksi pada KAP selain sanksi peringatan sebagaimana yang telah
diberikan oleh Dirjen Lembaga Keuangan.
Dirjen
Lembaga Keuangan Departemen Keuangan, Darmin Nasution, memang sudah
menyatakan bahwa pihaknya telah memberi sanksi peringatan pada
kantor-kantor akuntan publik tersebut.
Djarwoto
beralasan bahwa hasil audit tidak dapat dijadikan landasan untuk
menjatuhkan sanksi karena BPKP tidak menguji secara kuantitatif. "Kami
hanya menguji sebagian kecil dari seluruh usaha audit kantor akuntan
publik. Yang dilakukan adalah reviewterhadap penugasan audit oleh partner di KAP terhadap bank BBKU, bukan audit terhadap KAP itu sendiri," cetus Djarwoto.
Djarwoto
mengungkapkan bahwa kalau dirinya disuruh memberi rekomendasi KAP-nya
ditutup atau dibekukan tentu tidak tepat. "Karena kami tidak melakukan
evaluasi secara
komprehensif," ujarnya. Kuantitatif tidak teruji, sehingga tidak dapat
memberikan gambaran yang utuh terhadap jasa yang diberikan oleh KAP.
Karena
itu, Djarwoto menganggap sanksi yang diberikan oleh Depkeu adalah
paling tepat sebelum diadakan penyelidikan yang lebih mendalam. Djarwoto
juga membantah dugaan bahwa laporan ICW tersebut berasal dari BPKP.
Menurut
Djarwoto, laporan tersebut selain dikirim pada Menkeu hanya dipegang
oleh empat orang pejabat BPKP yang sangat terpercaya. Dan satu kopi
diberikan pada Ketua IAI yang dalam tim tersebut duduk sebagai ketua tim
pengarah.
Mungkin benar surat dan kopi itu hanya dipegang oleh Menkeu, pejabat BPKP, dan Ketua IAI. Namun dari situlah kemungkinan surat itu bocor. Apalagi kejadian itu kan sudah lebih dari setahun. Atau mungkinkah, ICW mendapatkan data itu dari keranjang sampah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar